Resume : Hindu Buddha Di Indonesia
Kelompok 5
Nama : Feby Ayu Darmayanti
Ahmad Samarkondy
Ahmad Ainut Taufiq
Prodi : Perbandingan Agama /4. A
Pokok Pembahasan Matakuliah Hindu dan
Buddha di Indonesia
1. Sejarah kedatangan dan perkembangan Agama Hindu dan
Budha Di Indonesia
A. Kedatangan Awal dan pembawanya (analisis teori-teori)
Letak wilayah Indonesia yang strategis danmerupakan daerah
penghasil rempah-rempah membuat indonesia sering di kunjungi oleh bangsa-bangsa
lain untuk melakukan perdagangan, salahsatunya India. Bangsa India yang tadinya
ke Indonesia hanya bermaksud untuk berdagang ternyata membawa misi untuk
menyebarkan agama.
Teori-teori yang mendukung masuknya Hindu-Budha di Indonesia
adalah:[1]
- Teori Brahmana
Teori ini mengatakan bahwa kebudayaan Hindu masuk ke
Indonesia dibawa oleh para kaum brahmana. Para brahmana mendapat undangan dari
penguasa di Nusantara untuk mengajarkan agama kepada raja dan memimpin
upacara-upacara keagamaan. Tokoh yang mengemukakan pendapat tersebut adalah
J.C. Van Leur. Ia perpendapat bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia di bawa oleh
kaum brahmana, karena hanya kaum brahmana yang berhak mempelajari dan mengerti
isi kitab suci Weda.
- Teori Ksatria
Teori ini mengatakan bahwa kebudayaan Hindu masuk ke
Indonesia dibawa oleh para kaum Ksatria atau para prajurit. Tokoh yang
mengemukakan pendapat tersebut adalah F.D.K. Bosch. Menurut Teori ksatria,
jaman dulu di India sering terjadi perang. Kemudian para prajurit yang kalah
banyak yang pergi meninggalkan India. Banyak diantara mereka pergi ke wilayah
nusantara. Mereka inilah yang kemudian menyebarkan agama dan kebudayaan hindu
di wilayah nusantara. .
- Teori Waisya
Teori ini mengatakan bahwa agama Hindu yang masuk ke
Indonesia di bawa oleh para pedagang India yang berdagang di Indonesia dan
kemudian mengajarkan ajaran agama Hindu kependuduk setempat. Tokoh yang
mengemukakan pendapat tersebut adalah N.J. Krom. Menurut NJ. Krom, proses
terjadinya hubungan antara India dan Indonesia karena adanya hubungan perdagangan,
sehingga orang-orang India yang datang ke Indonesia sebagian besar adalah para
pedagang.
- Teori Sudra
Teori ini mengatakan bahwa kebudayaan Hindu masuk ke
Indonesia dibawa oleh para kaum sudra,dalam hal ini adalah kaum-kaum terbawah.
Tokoh yang mengemukakan pendapat tersebut adalah Von Van Faber. Von Van Faber
ini menyatakan bahwa penyebaran agama hindu ke Indonesia dibawa oleh
orang-orang India yang berkasta sudra. Alasannya karena mereka dianggap sebagai
orang-orang buangan dan hanya hidup sebagai budak sehingga mereka datang ke
Indonesia dengan tujuan untuk mengubah kehidupannya.
- Teori Arus Balik
Teori ini mengatakan bahwa agama Hindu yang masuk ke
Indonesia dibawa oleh para pelajar (orang Indonesia) yang belajar atau
mendalami agama Hindu di India kemudian setelah mereka menempuh pendidikan.
Lalu mereka pulang dan mengajarkan (menyebarluaskan) ajaran Hindu kepada
penduduk setempat. Teori ini di kemukakan oleh F.D.K Bosch. Ia mengemukakan
peranan bangsa Indonesia sendiri dalam penyebaran dan pengembangan agama hindu.
Penyebaran budaya India di Indonesia dilakukan oleh kaum terdidik.
B. Interaksi dengan kebudayaan Indonesia dan
perkembangannya
Adanya proses interaksi antara budaya Hindu-Budha dengan
budaya asli Indonesia dapat dilihat dari bukti-bukti sebagai berikut [2] :
Ditemukannya arca Buddha dari perunggu di Sempaga (Sulawesi
Selatan). Arca Buddha ini, merupakan bukti tertua adanya pengaruh budaya India
di Indonesia. Dilihat dari ciri-cirinya, arca tersebut diperkirakan berasal
dari langgam Arca Amarawati, India Selatan (abad 2–5 SM).
• Arca sejenis juga ditemukan di Jember, Jawa Timur dan di
Bukit Siguntang (Sumatra Selatan). Adapunn di Kutai, Kalimantan Timur ditemukan
arca Buddha yang memperlihatkan arca seni Gandhara, India Utara.
• Penemuan prasasti-prasasti di Kutai dari Raja Mulawarman
dan prasastiprasasti di Tarumanegara dari Raja Purnawarman menunjukkan adanya
proses penghinduan. Huruf yang dipakai dalam prasasti-prasasti itu, ialah huruf
Pallawa, dengan bahasa Sanskerta.
Semuanya ini menunjukkan adanya pengaruh budaya dari India
di Indonesia. Setelah agama dan kebudayaan Hindu–Buddha masuk ke Indonsia
terjadilah akulturasi. Perwujudan akulturasi antara kebudayaan Hindu–Buddha
dengan kebudayaan Indonesia, antara lain sebagai berikut [3].
a. Seni Bangunan
Wujud akulturasi seni bangunan terlihat pada bangunan candi,
salah satu contohnya adalah Candi Borobudur yang merupakan perpaduan kebudayaan
Buddha yang berupa patung dan stupa dengan kebudayaan asli Indonesia, yakni
punden berundak (budaya Megalithikum).
b. Seni Rupa dan Seni Ukir
Akulturasi di bidang seni rupa dan seni ukir terlihat pada
Candi Borobudur yang berupa relief Sang Buddha Gautama (pengaruh dari Buddha)
dan relief perahu bercadik, perahu besar tidak bercadik, perahu lesung, perahu
kora-kora, dan rumah panggung yang di atapnya ada burung bertengger (asli
Indonesia).
c. Aksara dan Seni Sastra
Pengaruh kebudayaan Hindu–Buddha salah satunya menyebabkan
bangsa Indonesia memperoleh kepandaian membaca dan menulis aksara, yaitu huruf
Pallawa dan bahasa Sanskerta. Kepandaian baca-tulis akhirnya membawa
perkembangan dalam seni sastra. Misalnya, cerita Mahabarata dan Ramayana
berakulturasi menjadi wayang "purwa" karena wayang merupakan
kebudayaan asli Indonesia.
d. Sistem Pemerintahan
Di bidang pemerintahan dengan masuknya pengaruh Hindu maka
muncul pemerintahan yang dipegang oleh raja. Semula pemimpinnya adalah kepala
suku yang dianggap mempunyai kelebihan dibandingkan warga lainnya(primus
interpares).
e. Sistem Kalender
Sebelum kebudayaan Hindu-Budha masuk di Indonesia telah
mengenal sistem kalender yang berpedoman pada pranatamangsa, misalnya mangsa
Kasa (kesatu) dan mangsa Karo (kedua). Tapi setelah Kebudayaan Hindu–Buddha masuk ke Indonesia dan
membawa perhitungan kalender, yang disebut
kalender Saka dengan perhitungan 1 tahun Saka terdiri atas 365 hari, maka
kemudian bangsa Indonesia menggunakan tahun Saka sebagai perhitungan kalender.
f. Sistem Kepercayaan
Nenek moyang bangsa Indonesia mempunyai kepercayaan
menyembah roh nenek moyang (animisme) juga dinamisme dan totemisme. Namun,
setelah pengaruh interaksi kebudayaan Hindu–Buddha masuk terjadilah akulturasi
system kepencayaan sehingga masyarakat Indonesia mulai ada yang menganut agama
Hindu dan Buddha.
g. Filsafat
Akulturasi filsafat Hindu Indonesia menimbulkan filsafat
Hindu Jawa. Misalnya, tempat yang makin tinggi makin suci sebab merupakan
tempat bersemayam para dewa. Itulah sebabnya raja-raja Jawa (Surakarta dan
Yogyakarta) setelah meninggal dimakamkan di tempat-tempat yang tinggi, seperti
Giri Bangun, Giri Layu (Surakarta), dan Imogiri (Yogyakarta).
C. Persamaan dan perbedaan dengan Hindu dan Budha India
Hindu- budha di India dan Indonesia
Persamaan : tujuan untuk menyelamatkan umat manusia dari
rasa kegelapan/ mengantarkan umat manusia untuk dapat mencapai tujuan hidupnya,
mengakui Kitab Weda (Hindu) dan Kitab Tripitaka (Budha).
Perbedaan : masyarakat di India mayoritas agama Hindu dan
Budha karena lahir di sana tapi di
Indonesia hanya minoritas, tempat ibadah di india masih sebagai bangunan yang
sakral sedang di Indonesia sudah terakulturasi dengan budaya asli.
D. Pengertian Hindu Dharma dan Budha Dharma
Hindu Dharma adalah sejenis agama Hindu yang umumnya
diamalkan oleh kebanyakan orang Bali di Indonesia. Agama Hindu di Bali
merupakan sinkretisme unsur-unsur Hindu aliran Siwa, Waisnawa, dan Brahma
dengan kepercayaan lokal (local genius) orang Bali [4]
Buddha Dharma adalah suatu ajaran yang menguraikan hakekat
kehidupan berdasarkan Pandangan Terang yang dapat membebaskan manusia dari
kesesatan atau kegelapan batin dan penderitaan disebabkan ketidakpuasan [5].
2. Ajaran Hindu Dharma tentang Ketuhanan
A. Konsep tuhan/dewa
Dalam agama Hindu ada banyak kepribadian, atau perwujudan,
yang dipuja sebagai Dewa atau Murti. Kepercayaan Hindu menyatakan bahwa mereka
adalah aspek dari Brahman yang mulia; Awatara dari makhluk tertinggi
(Bhagawan); atau dianggap makhluk yang berkuasa yang dikenal sebagai dewa.
Pemujaan terhadap setiap Dewa bervariasi di antara tradisi dan filsafat Hindu yang
berbeda. Seringkali makhluk tersebut digambarkan berwujud manusia, atau
setengah manusia, dengan ikonografi yang unik dan lengkap dalam setiap kasus.
B. Trimurti
Trimurti kepercayaan umat Hindu yang terdiri dari: Dewa
Brahma yaitu dewa pencipta segala sesuatu. Dewa Wishnu yaitu dewa pemelihara
alam semesta yang telah Brahma ciptakan. Dewa Shiwa yaitu dewa
penghancur.dihancurkannya yang lama agar dimunculkannya sesuatu yang baru lagi
oleh Brahma [6]
C. Sembahyang
. Sembahyang (Trisandya dan Panca Sembah) adalah perwujudan
bhakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi dengan tulus ikhlas. Sembahyang sering
juga disebut dengan muspa. Muspa berasal dari kata puspa yang artinya bunga.
Jadi muspa itu dapat diartikan sebagai penghormatan atau pemujaan kepada Ida
Sang Hyang Widhi dengan mencakupkan kedua telapak tangan pada ujung kedua jari
tengah menjepit bunga.
Maksud dan tujuan sembahyang ialah [7]:
1.
Mohon kesucian jiwatma oleh
sinar suci Sang Hyang Widdhi Waca untuk melenyapkan awidya (kegelapan bathin),
melenyapkan adharma (kejahatan), serta peleburan dosa.
2.
Untuk memuliakan, memuja
keagungan Sang Hyang Widhi Waca serta prabhawanya yang merupakan sumber hidup.
3.
Sebagai sesuatu usaha untuk
membalas hutang kepada Dewa-Dewa (Dewa Rnam) sebagai prabhawa Sang Hyang Widdhi
Waca dan mohon maaf lahir bathin atas segala kesalahan dan dosa yang dibuat.
3. Ajaran Budha Dharma tentang Ketuhanan
A. Perkembangan konsep Ketuhanan
Di dalam kitab pitaka terdapat ajaran tentang tuhan atau
tokoh yang dipertuhankan. Tujuan hidup bukan untuk kembali kepada asalanya,
yaitu tuhan. Melainkan unuk masuk kedalam nirwana, pemadaman, suatu suasana
yang tanpa kemauan, tanpa perasaan, tanpa keinginan tanpa kesadaran, suatu
keadaan dimana orang tidak lagi terbakar oleh nafsunya. Itulah situasi damai
[8].
Buddha mengajarkan ketuhanan tanpa menyebut nama tuhan.
Tuhan yang tanpa batas, tak terjangkau oleh alam pikiran manusia, tidak
diberikan suatu nama, karena dengan sendirinya nama itu akan memberi pembatasan
kepada yang tidak terbatas. Dalam agama buddha tuhan tidak dipandang sebagai
suatu pribadi (personifikasi), tidak bersifat antropomorfisme (pengenaan
ciri-ciri yang berasal dari wujud manusia) dan antropopatisme (pengenaan
pengertian yang berasal dari perasaan manusia).
Buddha tidak mengajarkan teisme fatalistis dan determinis
yang menempatkan suatu kekuasaan adikodrati merencanakan dan menakdirkan hidup
semua makhluk. Teisme semacam itu mengingkari kehendak bebas manusia dan dngan
sendirinya swajarnya juga meniadakan tanggung jawab moral perbuatan manusia .
B. Konsep Adi Budha
Adi buddha merupakan buddha primordial (buddha tanpa awal
dan akhir), yang esa atau dinamakan juga paramadhi buddha (buddha yang pertama
dan tiada banding). Adi buddha timbl dari kekosongan (sunyata) dan dapat muncul
dalam berbagai bentuk sehingga disebut visvarupa serta namanya pun tidak
terbilang banyaknya. Adi buddha sering diidentifikasikan sebagai salah satu
buddha mistis, berbeda-beda menurut sekte. Dengan memahami arti dari setiap
sebutan yang maha esa, yang maha pengasih, yang maha tahu dan sebagainyayang bermacam-macam,
sama menunjuk dari sifat tuhan yang satu.
Konsep adi buddha terdapat dalam kitabnamangsiti,
karandavyuha, svayambhupurana, maha vairocanabhisambodhi sutra, guhya samaya
sutra, tattvasangraha sutra, dan paramadi buddhodharta sri kalacakra sutra. Di
indonesia sikenal dengan kitab namangsiti versi chandrakirti dari sriwijaya dan
sanghyang kama hayanikan dari zaman pemerintahan mpu sendok. [9]
C. Bhakti puja [10]
Istilah puja bakti
ini terdiri dari kata puja yang bermakna menghormat dan bakti yang lebih
diartikan sebagai melaksanakan ajaran sang buddha dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam melakukan puja bakti, umat buddha melaksanakan tradisi yang telah
berlangsung sejak jaman sang buddha masih hidup yaitu umat datang, masuk ke
ruang penghormatan dengan tenang, melakukan namakara atau bersujud yang
bertujuan untuk menghormat kepada lambang sang buddha. Kebiasaan bersujud ini
dilakukan karena sang buddha berasal dari India. Sudah menjadi tradisi sejak
jaman dahulu di berbagai negara timur termasuk India bahwa ketika seseorang
bertemu dengan mereka yang dihormati, maka ia akan melakukan sujud yaitu
menempelkan dahi ke lantai sebagai tanda menghormati mereka yang layak
dihormati dan menunjukkan upaya untuk mengurangi keakuan sendiri. Setelah
memasuki ruangan dan bersujud, umat buddha dapat duduk bersila di tempat yang
telah disediakan. Umat kemudian secara sendiri atau bersama-sama dengan umat
yang ada dalam ruangan tersebut membaca paritta yaitu mengulang kotbah sang
buddha. Diharapkan dengan pengulangan kotbah sang buddha, umat mempunyai
kesempatan untuk merenungkan isi uraian dhamma sang buddha serta berusaha
melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, semakin lama
seseorang mengenal dhamma, semakin banyak ia melakukan puja bakti, semakin
banyak kotbah sang buddha yang diulang, maka sudah seharusnya ia semakin baik
pula dalam tindakan, ucapan maupun pola pikirnya.
4. Ajaran Hindu Dharma tentang Manusia dan Alam
A. Penciptaan manusia
Mengenai terjadinya manusia diajarkan demikian: Sari pancamahabhuta,
yaitu sari ether, hawa, api, air, dan bumi bersatu menjadi sadrasa (enam rasa),
yaitu: rasa manis, pahit, asam, asin, pedas, dan sepat. Kemudian unsur-unsur
ini bercampur dengan unsur-unsur yang lain, yaitu cita, budhi, ahangkara,
dasendrya, pancatanmatra, dan pancamahabhuta. Pencampuran ini menghasilkan dua
unsur benih kehidupan, yaitu mani wanita (swanita) dan mani laki-laki (sukla).
Kedua unsur benih kehidupan itu bertemu. Pertemuannya terjadi seperti halnya
dengan pertemuan purusa dan prakrti, serta melahirkan manusia. Oleh karena itu
maka sama halnya dengan alam semesta, manusia juga juga terdiri dari
unsur-unsur cita, budhi, dan ahangkara, yang membentuk watak budi manusia,
dilengkapi dengan dasendrya dan pancatanmatra serta pancamahabhuta atau
anasir-anasir kasar, yang bersama-sama membentuk tubuh manusia.
Cita, Bhudi dan Ahangkara membentuk watak budi seseorang .
dasendria membentuk indrianya. Pancatanmatra dan pancamahabhuta membentuk badan
manusia/mahluk. Jika pancamahabhuta di alam besar (Macrocosmos) antara lain
membentu Triloka, yakni: 1). Bhur-loka/alam dunia bumi, 2). Bhuwah-loka/alam
dunia angkasa udara dan 3). Swah-loka/ alam sorga, maka di alam kecil
(microcosmos) atau tubuh manusia/mahluk
terbentuklah tiga lapis badan (Trisarira), yakni: 1) Badan kasar (Sthula
Sarira), 2) Badan Halus (Sukma-Sarira), dan 3) Badan penyebab (Karana Sarira).
Kedua alam tersebut yakni alam-semesta (Bhuwana agung/Macrocosmos) dan alam
badan mahluk (Bhuwana Alit/Microcosmos) mempunyai sifat-sifat keadaan yang
bersamaan.
a. Segala yang kental, padat dan keras pada alam maupun
badan mahluk disebabkan oleh zat padat (Prthiwi).
b. Segala sesuatu yang besifat cair di alam dunia maupun di
alam mahluk disebabkan oleh unsur zat cair (Apah).
c. Segala sesuatu yang bercahaya panas, baik di Bhuwana
Agung maupun di Bhuwana Alit disebabkan oleh unsur cahaya panas/api (Teja).
d. Yang bersifat angin, hawa dan gas pada alam dunia serta
nafas pada badan mahluk/manusia disebabkan oleh unsur gas (Bayu).
e. Adapun unsur kekosongan/kehampaan (Vacuum) yang ada pada
alam dunia dan badan mahluk/manusia disebabakan oleh unsur ether (Akasa).
Menurut ajaran agama Hindu, manusia pertama disebut dengan
nama: MANU, atau selengkapnya SWAYABHU-MANU, tetapi ini bukan nama
perseorangan. Sebab dalam bahasa sansekerta, Swayambhu berarti: yang menjadikan
diri sendiri. Suku kata “swayam” berarti diri sendiri, dan suku kata “bhu”
berarti: menjadi, dan kata “manu” berarti “mahluk berfikir yang menjadikan
dirinya sendiri”, yakni MANUSIA PERTAMA. Istilah manu sekarang menjadi kata
manusia. Menurut ajaran Hinduisme, semua manusia adalah keturunan Manu.
Jika di alam semesta atau makrokosmos pancamahabhuta atau
anasir kasar membentuk triloka (Bhur-loka, Bhuwah-loka, dan Swah-loka) maka di
dalam manusia sebagai mikrokosmos pancamahabhuta membentuk trisarira yaitu
tubuh kasar, tubuh halus, dan tubuh penyebab. Itulah sebabnya kedua alam (makro
dan mikrokosmos) memiliki sifat-sifat yang sama. Kecuali ketiga macam tubuh
dalam manusia masih terdapat Atman, yaitu percikan kecil atau sinar Parama
Atman, sinar sang Hyang Widi. Atman pada manusia disebut Jiwatman, yaitu yang
menghidupkan manusia. Fungsi Atman di dalam badan manusia saperti kusir
terhadap kereta. Sebagai sinar ilahi atau percikan sang Hyang Widi, Atman
memiliki sifat-sifat sang Hyang Widi, sebagai misalnya: tak terlukai oleh
senjata, tak terbakar oleh api, tak terkeringkan oleh angin, tak terbasahkan
oleh air, abadi, ada di mana-mana, tak dilahirkan, tak dipikirkan, dsb [11]
B. Penciptaan alam
Dalam Matsya Purana 2.25-30, penciptaan diceritakan terjadi
setelah Mahapralaya, leburnya alam semesta, kegelapan di mana-mana. Semuanya
dalam keadaan tidur. Tidak ada materi apapun, baik yang bergerak maupun tak
bergerak. Lalu Svayambhu, self being, menjelma, yang merupakan bentuk di luar
indra. Ia menciptakan air/cairan pertama kali, dan menciptakan bibit penciptaan
di dalamnya. Bibit itu tumbuh menjadi telur emas. Lalu Svayambhu memasuki telur
itu, dan disebut Visnu karena memasukinya.
Saat Penciptaan Semesta, Purusa/Prajapati/Brahman
menciptakan dua kekuatan yang disebut Purusa yaitu kekuatan hidup (batin/nama)
dan Prakerti (pradana/rupa) yaitu kekuatan kebendaan. Kemudian timbul “cita”
yaitu alam pikiran yang dipengaruhi oleh Tri Guna yaitu Satwam (sifat
kebenaran/Dharma), Rajah (sifat kenafsuan/dinamis) dan Tamah
(Adharma/kebodohan/apatis). Kemudian timbul Budi (naluri pengenal), setelah itu
timbul Manah (akal dan perasaan), selanjutnya timbul Ahangkara (rasa keakuan).
Setelah ini timbul Dasa indria (sepuluh indria/gerak keinginan) yang terbagi
dalam kelompok; Panca Budi Indria yaitu lima gerak perbuatan/rangsangan: Caksu
indria (penglihatan), Ghrana indria (penciuman), Srota indria (pendengaran),
Jihwa indria (pengecap), Twak indria (sentuhan atau rabaan). Panca Karma Indria
yaitu lima gerak perbuatan/penggerak: Wak indria (mulut), Pani (tangan), Pada
indria (kaki), Payu indria (pelepasan), Upastha indria (kelamin).
Setelah itu timbullah lima jenis benih benda alam (Panca
Tanmatra): Sabda Tanmatra (suara), Sparsa Tanmatra (rasa sentuhan), Rupa
Tanmatra (penglihatan), Rasa Tanmatra (rasa), Gandha Tanmatra (penciuman). Dari
Panca Tanmatra lahirlah lima unsur-unsur materi yang dinamakan Panca Maha
Bhuta, yaitu Akasa (ether), Bayu (angin), Teja (sinar), Apah (zat cair) dan
Pratiwi (zat padat).[12]
C. Hubungan manusia dan alam
Hal ini mengharuskan manusia untuk bisa memahami makna
mendekatkan diri dengan alam, karena manusia tidak bisa hidup tanpa alam, yaitu
makna relasi yang saling menguntungkan dan saling menjaga satu sama lain.
Hubungannya dengan alam, manusia harus berbuat sesuai dengan ajaran dharma di
dalam Hindu agar alam ini tetap lestari.
5. Ajaran Budha Dharma tentang Manusia dan Alam
A. Penciptaan manusia
Manusia, menurut ajaran Budha, adalah kumpulan dari kelompok
energi fisik dan mental yang selalu dalam keadaan bergerak, yang disebut
Pancakhanda atau lima kelompok kegemaran yaitu: Rupakhandha (kegemaran akan
wujud atau bentuk), Vedanakhandha (kegemaran akan perasaan), Sannakhandha
(kegemaran akan penyerapan yang menyangkut itensitas indra dalam menanggapi
rangsangan), Shankharakhandha (kegemaran bentuk-bentuk pikiran), Vinnanakhandha
(kegemaran akan kesadaran). [13]
Anatma merupakan ajaran yang mengatakan bahwa tiada aku yang
kekal atau tetap. Anatma dapat diterangkan dalam 3 tingkatan, yaitu: Tidak
terlalu mementingkan diri, kita tidak dapat memerintah terhadap siapa dan apa
saja, bila tingkatan pengetahiuan tinggi telah dicapai dan telah mempraktekkan
akan pengetahuan dan menemukan bahwa jasmani dan batinnya sendiri adalah tanpa
aku.
Manusia selalu berada
dalam dukkha karena hidup menurut ajaran Budha selalu dalam keadaan dukkha,
sebagaimana diajarkan dalam Catur Arya Satyani tentang hakikat dari dukkha. Ada
3 macam dukkha, yaitu [14]:
1. Dukkha sebagai
derita biasa (dukkha-dukkha)
2. Dukkha sebagai
akibat dari perubahan-perubahan (viparinamadukkha)
3. Dukkha sebagai
keadaan yang saling bergantung (sankharadukkha)
Untuk
menghilangkan dukkha manusia harus mengetahui dan memahami sumber dukkha yang
disebut dukkhasamudaya, yang ada dalam diri manusia itu sendiri, yaitu berupa
tanha (kehausan) yang mengakibatkan kelangsungan dan kelahiran kembali serta
keterikatan pada hawa nafsu.
Terhentinya
dukkha manusia disebut dukkhanirodda yang berarti nirwana. Nirwana merupakan tujuan akhir dari
semua pemeluk Buddha, baik sewaktu masih hidup maupun sesudah mati, yang dapat
dicapai oleh setiap orang dengan jalan memahami delapan jalan mulia atau Hasta
Arya Marga.
B. Penciptaan alam
Menurut ajaran Budha, seluruh alam ini adalah ciptaan yang
timbul dari sebab-sebab yang mendahuluinya serta tidak kekal.[15] Oleh karena
itu, ia disebut sankhata dharma yang berarti ada, yang tidak mutlak dan
mempunyai corak timbul, lenyap dan berubah. Alam semesta adalah suatu proses
kenyataan yang yang selalu dalam keadaan menjadi. Hakikat kenyataan itu adalah
arus perubahan dari suatu keadaan menjadi keadaan lain yang berurutan. Karena
itu, alam semesta adalah sankhara yang bersifat tidak kekal, selalu dalam
perubahan dan bukan jiwa, tidak mengandung suatu substansi yang tidak
bersyarat.
Ada tiga tradisi pikiran mengenai asal muasal dunia. Tradisi
pikiran pertama menyatakan bahwa dunia ini ada karena alam dan bahwa alam
bukanlah suatu kekuatan kepandaian. Bagaimanapun alam bekerja dengan caranya
sendiri dan teru berubah. Tradisi pikiran kedua berkata bahwa dunia diciptakan
oleh suatu Tuhan mahakuasa yang bertanggung jawab akan segala sesuatu. Tradisi
pikiran ketiga berkata bahwa awal dunia dan kehidupan ini tidak dapat
dibayangkan karena hal itu tidak memiliki awal atau akhir. Ajaran Budha sesuai
dengan tradisi ketiga ini.
Tentang terjadinya alam ini dikaitkan dengan hukum Pattica-Samuppada.
Arti Pattica-Samuppada kurang lebih adalah “muncul bersamaan karena syarat
berantai” atau “pokok permulaan sebab akibat yang saling bergantungan”. Yang
dimaksud bergantungan disini adalah unsur-unsur penyusun alam semesta, baik
materi maupun mental berinteraksi satu sama lain sedemikian hingga tidak
satupun yang berdiri secara terpisah, segala sesuatu sama-sama pentingnya.
Prinsip dari ajaran hukum Patticasamuppada diberikan dalam
empat rumus/formula pendek yang artinya berbunyi sebagai berikut:
1. Dengan adanya
ini, maka terjadilah itu.
2. Dengan
timbulnya ini, maka timbullah itu.
3. Dengan tidak
adanya ini, maka tidak adalah itu
4. Dengan
terhentinya ini, maka terhentilah itu.
Sattaloka adalah alam
para makhluk hidup yang mempunyai kehendak mulai dari makhluk yang rendah
hingga yang tinggi, kelihatan atau tidak, seperti manusia, hantu, dewa. Dalam
sattaloka ada 31 alam kehidupan yang dapat dikelompokkan menjadi:
1. Kamaloka, yaitu alam kehidupan yang masih senang dengan
nafsu birahi dan terikat oleh panca indranya. Meliputi 11 alam yang
dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
a. Apaya-Bumi, meliputi: Alam neraka, Alam binatang, Alam
syetan, Alam raksasa asuro.
b. Kamasugatu-Bhumi, meliputi: Alam para Dewata yang
menikmati ciptaan-ciptaan lain, Alam dewata yang menikmati ciptaannya sendiri,
Alam dewata yang menikmati kesenangan, Alam dewata Yama, Alam 33 dewata, Alam
tempat Maharaja, Jagat manusia.
2. Ruppaloka, alam bentuk atau alam tempat tinggalnya
Rupa-Brahma. Alam ini bisa dicapai dengan mengheningkan cipta dalam samadi.
Terdiri 16 alam yang dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu:
a.) Pathama Jhana
Bhumi, yaitu ada 3 alam Jhana yang pertama
- Brahma Parisajja: alam pengikut Brahma, Brahma Purohita:
alam para mentrinya Brahma, Maha Brahma: alam Brahma yang besar.
b.) Dutiya Jhana
Bhumi, yaitu ada 3 alam Jhana yang kedua
- Brahma Parittabha: alam para Brahma yang kurang bercahaya,
Brahma Appamanabha: alam para Brahma yang tidak terbatas auranya dan Brahma
Abbhassana: alam para Brahma yang gemerlapan cahayanya.
c.) Tatiya Jhana
Bhumi, yaitu ada 3 alam Jhana yang ketiga:
- Brahma Parittasubha: alam para Brahma yang kurang auranya,
Brahma Appamanasubha: alam para Brahma yang tidak terbatas auranya, Brahma
Subhakinha: alam para Brahma yang auranya penuh dan tetap,
d.) Catutha Jhana Bhumi,
Seprti sudah dijelaskan diatas bahwa menurut kepercayaan
agama Budha, alam tersebut di atas bukan diciptakan Tuhan, dan Tuhan tidak mengaturnya. Segala
sesuatu di alam ini dikembalikan dalam rangkaian sebab akibat, berdasarkan
aturan yang berlaku di mana-mana (hukum). Hukum yang tetap, yang pasti, disebut
Dharma yang mengatur tata tertib alam semesta, tidak tercipta, kekal dan
immanent.
C. Hubungan manusia dan alam
Hal ini
mengharuskan manusia untuk bisa memahami makna mendekatkan diri dengan alam,
karena manusia tidak bisa hidup tanpa alam, yaitu makna relasi yang saling
menguntungkan dan saling menjaga satu sama lain.
6. Ajaran Hindhu Dharma tentang Etika (Susila)
A. Filsafat Tat Twam Asi
Tat= itu atau ia, Twam= kamu, Asi= adalah. Jadi Tat Twam Asi
adalah dikaulah itu semua makhluk adalah engkau.[16] Ungkapan ini mengandung
pengakuan atas tunggalnya Jiwatma semua makhluk dengan Paramatma yaitu Hyang
Widi Waca. Tat Twan Asi inilah menjadi penyangga ajaran Susila Hindu Dharma.
B. Pengertian Cubhakarma (perbuatan baik) dan
jenis-jenisnya
Cubha karma adalah perbuatan yang baik menyebabkan manusia
itu selalu ada di jalan dharma.[17] Hal-hal yang dapat digolongkan ke dalam
Subha Karma adalah Tri Kaya Parisudha. Catur Paramita, Panca Yama Brata. Panca
Nyama Brata, Sad Paramitha, Catur Aiswarya, Asta Sidhi,Nawa Sanga, Dasa Yama
Bratha, Dasa Nyama Bratha.
C. Pengertian Achubakarma (perbuatan tidak baik) dan
jenis-jenisnya
Achubakarma berarti karma atau perbuatan yang tidak baik.
[18] Misalnya : menghina, memaki-maki, menipu, tidak adil, menyakiti, dll.
7. Ajaran Budha Dharma tentang Etika (Sila)
A. Pengertian sila
Síla adalah keadaan yang diawali munculnya kehendak dalam
batin seseorang yang menghindari pembunuhan mahkluk hidup atau dalam batin
seseorang yang menjalani kewajiban (melatih pengendalian diri).[19]
B. Macam-macam Sila [20]
1. Hina Sila atau Cula Sila
adalah sila yang jumlahnya kecil/sedikit, terdiri dari
Pancasila dan Atthasila. Pancasila terdiri dari lima latihan kemoralan yang
berisi tentang : Melatih diri untuk tidak membunuh, melatih diri untuk tidak
mencuri, melatih diri untuk tidak berbuat asusila, melatih diri untuk tidak
berkata kasar atau berbohong dan melatih diri untuk tidak minum-minuman keras
atau mengkonsumsi obat-obatan terlarang.
tidak makan setelah jam 12 siang, melatih diri untuk tidak
memdengarkan musik, TV, tidak menggunakan wangi-wangian, tidak berdandan, dll,
melatih diri untuk tidak menggunakan tempat duduk/tidur yang lebih tinggi dan
mewah.
2. Majjhima Sila
adalah sila menengah (Dasasila). Sila ini terdiri dari 10
latihan yang wajib dilaksanakan oleh Samanera dan Samaneri. Seorang Samanera
dan Samaneri hidup sebagai Pabbajita. Pabbajita artinya hidup meninggalkan
keluarga dengan cara menjadi samana. Samana artinya pertapa yang hidupnya
mengembara.
3. Panita Sila atau Maha Sila
adalah sila yang jumlah latihannya besar/tinggi. Dalam hal
ini yang dimaksud adalah Patimokkha sila (peraturan yang dilaksanakan oleh
bhikkhu dan bhikkhuni). Bhikkhu melaksanakan sila berjumlah 227 latihan,
sedangkan bhikkhuni melaksanakan 311 latihan. Bhikkhu dan bhikkhuni juga
disebut Samana/Pertapa.
C. Catur paramitha dan catur mara
Catur paramitha adalah empat sifat yang harus dimiliki,
dikembangkan dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Catur paramitha terdiri
dari: Metta (cinta kasih universal yang
menjadi akar dari perbuatan baik). Karuna (kasih sayang universal karena
melihat suatu kesengsaraan, yang menjadi akar perbuatan baik), Mudhita (perasaan bahagia (simpati)), Upekha:
ialah keseimbangan bhatin).[21]
Catur Mara merupakan sifat syetan yang selalu bertolak
belakang denga sifat paramita. Sifat ini dimiliki oleh manusia yang keduanya
sangat bertentangan. Yang apabila mara menguasai hidup kita akan penuh dengan
derita (dukha). Sifat mara ini dibagi
menjadi empat sifat diantaranya: Dosa, Lobha (serakah), Issa (iri hati), Moha
(kegelisahaan batin).[22]
D. Hubungan sila dengan catur paramitha
Antara Sila dan catur paramitha, keduanya sangat berhubungan
Síla adalah keadaan yang diawali munculnya kehendak dalam batin seseorang yang
menghindari pembunuhan mahkluk hidup atau dalam batin seseorang yang menjalani
kewajiban (melatih pengendalian diri). Sedangkan catur paramitha adalah sifat
kebaikan yang harus dikembangkan dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Sila dan catur paramitha merupakan tujuan hidup yang harus dicapai yaitu Moksa.
8. Ajaran Hindu tentang Catur Marga
a. Pengertian dan Tujuan Catur Marga
Catur marga berasal dari dua kata yaitu catur dan marga. Catur berarti
empat dan marga berarti jalan/cara atapun usaha. Jadi catur marga adalah
empat jalan atau cara umat Hindu untuk menghormati
dan menuju ke jalan Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
b. Macam-macam Catur Marga (Bhakti Marga, Karma Marga, Jnana Marga, Raja Marga)
a. Bhakti Marga
Kata Bhakti marga
sebenarnya adalah perpaduan antara kata Bhakti Marga dan Bhakti Yoga. Istilah
Bhakti Marga Yoga dimaksudkan untuk lebih menekankan bahwa Bhakti adalah jalan
dan sekaligus juga sarana mempersatukan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam meningkatkan kualitas bhakti kita
kepada sang Hyang Widi ada beberapa jenis bentuk bhakti yang disebut
Bhavabhakti, sebagai berikut:
a. Santabhava, yaitu sikap bhakti seperti bhakti
atau hormat seorang anak terhadap ibu
dan bapaknya.
b. Sakhyabava, yaitu bentuk bhakti yang
meyakini Hyang Widi, manifestasiNya, Istadevata atau Avatara- Nya sebagai
sahabat yang sangat akrab dan selalu memberikan perlindungan dari pertolongan
pada saat yang diperlukan.
c. Dasyabhava, yaitu bhakti
atau pelayanan kepada Tuhan Yang Maha Esa seperti sikap seorang hamba kepada
majikannya.
d. Vatsalyabhava, yaitu sikap
bhakti seorang penyembah memandang Tuhan Yang Maha Esa seperti anaknya sendiri
e. Kantabhava, yaitu sikap bhakti
seorang istri terhadap suami tercinta.
f. Maduryabhava, yaitu bentuk
bhakti sebagai cinta yang amat mendalam dan tulus dari seorang bhakta kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Secara lahiriah bentuk- bentuk di Indonesia sama halnya
dengan di India, umat mewujudkannya melalui pembangunan berbagai Pura (
mandir), mempersembahkan berbagai sesaji (naivedya), mempersembahkan kidung
(bhajan), gamelan, tari- tarian, dan sebagainya.
b. Karma Marga
Karma marga
berarti usaha untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui usaha
atau kerja yang tulus ikhlas, demikian pula karma Yoga mempunyai makna yang
sama sebagai usaha untuk menghubungkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa. Karma
Marga Yoga menekankan kerja sebagai bentuk pengabdian dan bentuk pengabdian dan
bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa.
c. Jnana Marga
Jnana Marga Yoga
adalah jalan dan usaha untuk menghubungkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa
untuk mencapai kebahagiaan sejati melalui pengetahuan. Jnana menuntun manusia
untuk bekerja tidak terikat oleh hawa nafsu, tanpa motif kepentingan pribadi,
rela melepaskan hak milik, sadar bahwa badan bukan atma yang bersifat abadi.
d. Raja Marga
Raja Marga Yoga
berarti jalan atau usaha tertinggi untuk menghubungkan diri dengan Tuhan Yang
Maha Esa melalui jalan Yoga yang tertinggi. Bila dua jalan sebelumnya, yakni
Bhakti Marga Yoga dan Karma Marga Yoga disebut Prvrtti Marga, yakni jalan yang
umum dan mudah dilaksanakan oleh umat awam pada umumnya, maka dua jalan yang
lain, yakni Jnana Marga Yoga dan Raja Marga Yoga disebut Nivrtti Marga, yang
artinya jalan yang tidak umum atau bertentangan. Raja Yoga Marga memerlukan
pengendalian diri, disiplin diri, pengekangan dan penyangkalan terhadap hal
keduniawian.
9. Ajaran Hindu tentang Panca Yadnya
a. Pengertian dan Tujuan Panca Yadnya
Yadnya artinya suatu perbuatan yang dilakukan
dengan penuh keiklasan dan kesadaran untuk melaksanakan persembahan kepada
Tuhan. Yadnya berarti upacara persembahan korban suci. Pemujaan yang dilakukan
dengan mempergunakan korban suci sudah barang tentu memerlukan dukungan sikap
dan mental yang suci juga. Tujuan Yadnya adalah untuk membalas Yadnya
yang dahulu dilakukan oleh Ida Sang Hyang Widhi ketika menciptakan alam semesta
beserta isinya.
b. Macam-macam Panca Yadnya (Dewa Yadnya, manusa Yadnya, Bhuta Ydnya, Pitara Yadnya, Rsi Yadnya)
a. Dewa Yadnya
Upacara dewa
yadnya adalah upacara pemujaan dan persembahan sebagai wujud bakti kehadapan
Hyang Widhi dan segala manifestasi-Nya, yang diwujudkan dalam bermacam-macam
bentuk upakara. Upacara ini bertujuan untuk pengucapan terima kasih kepada
Hyang Widhi atas kasih, rahmat dan karunia-Nya sehingga kehidupan dapat
berjalan damai.
Contoh dari upacara dewa yadnya yang dilakukan setiap hari
adalah puja tri sandya dan yadnya cesa. Sedangkan upacara dewa yadnya yang
dilakukan pada hari-hari tertentu seperti: Galungan, Kuningan, Saraswati,
Ciwaratri, Purnama dan Tilem, dan piodalan lainnya.
b. Manusa Yadnya
Manusa yadnya
adalah korban suci yang bertujuan untuk memelihara hidup dan membersihkan lahir
bathin manusia mulai dari sejak terwujudnya jasmani di dalam kandungan sampai
pada akhir hidup manusia itu.
Jenis-jenis Upacara Yadnya seperti upacara kelahiran bayi.
Upacara potong gigi, upacara nyambutin, upacara meningkat dewasa, upacara
perkawinan, dll
c. Bhuta Yadnya
Bhuta Yadnya adalah
yadnya yang ditujukan kepada Bhuta Kala yang mengganggu ketentraman hidup
manusia. Bagi masyarakat Hindu bhuta kala ini diyakini sebagai
kekuatan-kekuatan yang bersifat negatif yang sering menimbulkan gangguan serta
bencana, tetapi dengan Bhuta Yadnya ini maka kekuatan-kekuatan tersebut
akan dapat menolong dan melindungi kehidupan manusia.
Adapun tujuan Upacara Bhuta Yadnya adalah disamping untuk memohon kehadapan Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) agar beliau memberi kekuatan lahir bathin, juga untuk menyucikan dan menetralisir kekuatan-kekuatan yang bersifat negatif yang disebut bhuta kala tersebut sehingga dapat berfungsi dan berguna bagi kehidupan manusia. Jenis-jenis upacara Bhuta Yadnya seperti upacara segehan, upacara cawu dan upacara tawur
Adapun tujuan Upacara Bhuta Yadnya adalah disamping untuk memohon kehadapan Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) agar beliau memberi kekuatan lahir bathin, juga untuk menyucikan dan menetralisir kekuatan-kekuatan yang bersifat negatif yang disebut bhuta kala tersebut sehingga dapat berfungsi dan berguna bagi kehidupan manusia. Jenis-jenis upacara Bhuta Yadnya seperti upacara segehan, upacara cawu dan upacara tawur
d. Pitara Yadnya
Pitra yadnya
adalah suatu upacara pemujaan dengan hati yang tulus ikhlas dan suci yang di
tujukan kepada para Pitara dan roh-roh leluhur yang telah meninggal dunia.
Jenis-jenis upacara Pitara Yadnya seperti upacara penguburan
mayat dan ngaben
e. Rsi Yadnya
Rsi Yadnya adalah
sedekah atau punia atau juga persembahan kepada para pendeta atau para pemimpin
upacara keagamaan. Sedekah atau persembahan ini dapat dilakukan pada
waktu-waktu tertentu, yaitu pada saat Beliau menyelesaikan suatu upacara, atau
memberikan diksa kepada sisyanya. Sedekah atau punia yang dipsersembahkan
kepada para pendeta disebut dengan daksina. Adapun tujuannya adalah sebagai
tanda terima kasih kepada para pendeta karena beliau telah menyelesaikan
upacara yadnya.
10. Ajaran Buddha
tentang Bhavana
a. Pengertian Bhavana
Bhavana berarti
pengembangan, yaitu pengembangan batin dalam melaksanakan pembersihannya.
Istilah lain yang arti dan pemakaiannya hampir sama dengan bhavana adalah
samadhi. Samadhi berarti pemusatan pikiran pada suatu obyek. Samadhi yang benar
(samma samadhi) adalah pemusatan pikiran pada obyek yang dapat menghilangkan
kekotoran batin tatkala pikiran bersatu dengan bentuk-bentuk karma yang baik,
sedangkan samadhi yang salah (miccha samadhi) adalah pemusatan pikiran pada
obyek yang dapat menimbulkan kekotoran batin tatkala pikiran bersatu dengan
bentuk-bentuk karma yang tidak baik. Jika dipergunakan istilah samadhi, maka
yang dimaksud adalah “Samadhi yang benar”.
b. Macam-macam
Bhavana (Metta Bhavana, Samatha Bhavana, Vivassana Bhavana)
a. Metta Bhavana
Metta adalah cinta
kasih yang universal, yang tidak membeda-bedakan, yang tidak memandang dari
segi manapun dan yang ikhlas, tumbuh dari dasar lubuk hati. Inti dari metta
adalah tidak membeda-bedakan.
Meditasi ini
adalah meditasi cinta-kasih. Meditasi dilakukan dengan menggunakan teknik
visualisasi yang sederhana dengan menggunakan pikiran kita yang biasa kita
gunakan untuk berpikir. Sebagai contoh, jika saya menyarankan untuk
membayangkan sebuah bunga, kita akan dapat melakukannya dengan mudah. Tidak
peduli apakah bunga itu adalah bunga mawar atau bunga teratai, atau apapun
warnanya itu, atau bahkan bagaimanapun jelasnya objek itu tergambar di dalam
batin anda –- sesuatu yang berproses dengan lancar itu sudah cukup.
b. Samatha Bhavana
Samatha Bhavana
merupakan pengembangan batin yang bertujuan untuk mencapai ketenangan. Dalam
Samatha Bhavana, batin terutama pikiran terpusat dan tertuju pada suatu obyek.
Jadi pikiran tidak berhamburan ke segala penjuru, pikiran tidak berkeliaran
kesana kemari, pikiran tidak melamun dan mengembara tanpa tujuan.Dengan
melaksanakan Samatha Bhavana, rintangan-rintangan batin tidak dapat dilenyapkan
secara menyeluruh. Jadi kekotoran batin hanya dapat diendapkan, seperti batu
besar yang menekan rumput hingga tertidur di tanah. Dengan demikian, Samatha
Bhavana hanya dapat mencapai tingkat-tingkat konsentrasi yang disebut
jhana-jhana, dan mencapai berbagai kekuatan batin.
c. Vivassana Bhavana
Vipassana Bhavana
merupakan pengembangan batin yang bertujuan untuk mencapai pandangan terang.
Dengan melaksanakan Vipassana Bhavana, kekotoran-kekotoran batin dapat disadari
dan kemudian dibasmi sampai keakar-akarnya, sehingga orang yang melakukan
Vipassana Bhavana dapat melihat hidup dan kehidupan ini dengan sewajarnya,
bahwa hidup ini dicengkeram oleh anicca (ketidak-kekalan), dukkha (derita), dan
anatta (tanpa aku yang kekal). Dengan demikian, Vipassana Bhavana dapat menuju
ke arah pembersihan batin, pembebasan sempurna, pencapaian Nibbana.
11. Upacara kelahiran, Perkawinan dan kematian dalam agama Hindu
a. Makna kelahiran
dan upacaranya
Makna kelahiran bayi adalah sebagai
ungkapan rasa gembira dan shyukur atas lahirnya si bayi ke dunia.
Upacara dalam
kelahiran :
- Upacara bayi dalam kandungan (Magedong-gedong). Tujuannya
untuk pembersihan, penyucian jasmani rohani serta keselamatan si bayi supaya
menjadi putra-putri yang baik.
- Upacara bayi lahir rasa bahagia bersyukur kepada Tuhan
karna dikaruniai bayi yang baru lahir.
- Upacara bayi putus pusar (kepus puser). Tujuannya untuk
pembersihan sanggar kemulan, sumur, dapur bak dll, supaya bayi mendapat
keselamatan dan perlindungan dari Sang Hyang Widi.
- Upacara Dua belas hari setelah kelahiran bayi.
- Upacara bayi berumur 42 hari (macolongan). Pembersihan
terhadap si bayi beserta ibunya dan membebaskan si bayi dari pengaruh-pengaruh
nyaman bajang.
- Upacara bayi berumur 105 hari. Untuk membersihkan lahir
batin si bayi dan sang Catur Sanak beserta segala macam manifestasinya.
- Bayi berumur 210 hari. Untuk memohon kadirgayuhan,
keselamatan, ke hadap Sang Hyang Widdhi Ibu pertiwi supaya mengasuh, menuntun
dan membebaskan dari aral rintangan
- Upacara Tumbuh gigi. Agar gigi anak tmbuh dengan baik.
- Upacara Tanggal Gihi. Untuk penyucian lahir batin terutama
jiwatma dan pikirannya
- Upacara meningat dewasa. Untuk memohonkepda Sang Hyang
Smara Ratih agar tidak terjerumus kepada perbuatan yang asusiala.
- Upacara potong gigi. Untuk mengurangi maupun menghilangkan
Sadripu (enam jenis musuh) batin manusia.
b. Makna Perkawinan
dan upacaranya
Perkawinan
ialah ikatan lahir batin antar seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia.
Upacara perkawinan merupakan suatu
persaksian baik kehadapan Sang Hyang Widdhi Waca (Tuhan) maupun kepada
masyarakat bahwa kedua orang yang bersangkutan mengikatkan diri sebagai
suami-istri, sehingga hubungan dapat dibenarkan dan segala akibat perbuatan
menjadi tanggung jawab mereka bersama.
Upacara Perkawinan (Pawiwahan / Wiwaha)
Hakekatnya adalah
upacara persaksian ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa dan kepada masyarakat bahwa
kedua orang yang bersangkutan telah mengikatkan diri sebagai suami-istri.
Sarana
1. Segehan cacahan
warna lima.
2. Api takep (api yang
dibuat dari serabut kelapa).
3. Tetabuhan (air
tawar, tuak, arak).
4. Padengan-dengan/
pekala-kalaan.
5. Pejati.
6. Tikar dadakan (tikar
kecil yang dibuat dari pandan).
7. Pikulan (terdiri dari cangkul, tebu, cabang
kayu dadap yang ujungnya diberi periuk, bakul yang berisi uang).
8. Bakul.
9. Pepegatan terdiri
dari dua buah cabang dadap yang dihubungkan dengan benang putih.
Waktu Biasanya dipilih hari yang baik, sesuai dengan
persyaratannya (ala-ayuning dewasa). Tempat Dapat dilakukan di rumah mempelai
Iaki-laki atau wanita sesuai dengan hokum adat setempat (desa, kala, patra).
Pelaksana Dipimpin oleh seorang Pendeta / Pinandita / Wasi / Pemangku.
Tata cara
1. Sebelum upacara natab banten pedengan-dengan, terlebih dahulu
mempelai mabhyakala dan maprayascita.
2. Kemudian mempelai mengelilingi sanggah Kamulan dan sanggah
Pesaksi sebanyak tiga kali serta dilanjutkan dengan jual beli antara mempelai
Iaki-laki dengan mempelai wanita disertai pula dengan perobekan tikar dadakan
oleh mempelai Iaki-laki.
3. Sebagai acara terakhir dilakukan mejaya-jaya dan diakhiri
dengan natab banten dapetan. Bagi Umat Hindu upacara perkawinan mempunyai tiga
arti penting yaitu :
- Sebagai upacara suci yang tujuannya untuk penyucian diri kedua
calon mempelai agar mendapatkan tuntunan dalam membina rumah tangga dan
nantinya agar bisa mendapatkan keturunan yang baik dapat menolong meringankan
derita orang tua/leluhur.
- Sebagai persaksian secara lahir bathin dari seorang pria dan
seorang wanita bahwa keduanya mengikatkan diri menjadi suami-istri dan segala
perbuatannya menjadi tanggung jawab bersama.
- Penentuan status kedua mempelai, walaupun pada dasarnya Umat
Hindu menganut sistim patriahat (garis Bapak) tetapi dibolehkan pula untuk
mengikuti sistim patrilinier (garis Ibu). Di Bali apabila kawin mengikuti
sistem patrilinier (garis Ibu) disebut kawin nyeburin atau nyentana yaitu
mengikuti wanita karena wanita nantinya sebagai Kepala Keluarga.
Upacara Pernikahan ini dapat dilakukan di halaman Merajan/Sanggah
Kemulan ( Tempat Suci Keluarga) dengan tata upacara yaitu kedua mempelai
mengelilingi Sanggah Kemulan ( Tempat Suci Keluarga ) sampai tiga kali dan
dalam perjalanan mempelai perempuan membawa sok pedagangan ( keranjang tempat
dagangan) yang laki memikul tegen-tegenan (barang-barang yang dipikul) dan
setiap kali melewati “Kala Sepetan”(upakara sesajen yang ditaruh di tanah)
kedua mempelai menyentuhkan kakinya pada serabut kelapa belah tiga.
Setelah tiga kali berkeliling, lalu berhenti kemudian mempelai
laki berbelanja sedangkan mempelai perempuan menjual segala isinya yang ada
pada sok pedagangan (keranjang tempat dagangan), dilanjutkan dengan merobek
tikeh dadakan (tikar yang ditaruh di atas tanah), menanam pohon kunir, pohon
keladi (pohon talas) serta pohon endong dibelakang sanggar pesaksi/sanggar
Kemulan (Tempat Suci Keluarga) dan diakhiri dengan melewati "Pepegatan"
(Sarana Pemutusan) yang biasanya digunakan benang didorong dengan kaki kedua
mempelai sampai benang tersebut putus.
c. Makna kematian dan
upacaranya ( ngaben)
Makna
ngaben adalah untuk balas budi, menghormati jasa-jasa leluhur yang telah
menuntun kepada dharma dan ilmu pengetahuan, memohon kepada Sang Hyang Widi
Waca agar Jiwatma yang meninggal dunia dibersihkan dari segala dosa.
Pelaksanaannya adalah puja praline, mayat
dimandikan pabresihan, menggunakan pakaian, pangreka dan
pangringkes,setelahnitu disuguhkan: terpana terdiri dari bubur pirate dan
padang lepas yang dimaksudkan untuk dipakai bekal dalam perjalanan kea lam
lepas, dan kemudian mayat dibawa ke kuburan dengan berputar purwa daksina
pascima utara (putaran tangan jam) sebanyak 3 kali setiap persimpangan empat
atau tempat suci dan di kuburkan sendiri sebagai tanda penghormatan terakhir.
Dikuburan atau tempat pembakaran, jenazah yang terletak dalam peti, diatur
tempatnya dan diupacarai sebelum dibakar.
12. Upacara kelahiran, Perkawinan dan kematian dalam agama Budha
a. Makna kelahiran dan upacaranya
Dalam Buddhisme Theravada, ada praktek ritual
tertentu diamati ketika seorang anak lahir dari orangtua Buddhis.Ketika bayi
cocok untuk dibawa keluar dari pintu, orang tua memilih hari baik atau bulan
purnama hari dan bawa anak ke candi terdekat. Mereka pertama kali
menempatkan anak di lantai ruang kuil atau di depan patung Buddha untuk
menerima berkat-berkat dari Tiga Permata (Buddha, sangha dan dharma). Ini
adalah pemandangan umum di Maligawa Dalada, Kuil Gigi Relic Suci, di Kandy.
Pada saat upacara keagamaan setiap hari (Puja) candi,
ibu menyerahkan bayi mereka ke awam wasit (kapuva) di dalam
ruangan kuil, yang pada gilirannya membuat untuk beberapa detik di lantai dekat
ruang relik dan tangan kembali ke ibu. Sang ibu menerima anak dan
memberikan biaya yang kecil ke kapuva untuk layanan yang
diberikan.
Lahir Setelah
kelahiran anak, orang tua sering berkonsultasi biarawan ketika memilih nama,
yang harus memuaskan, sementara bahasa menyampaikan suatu arti yang baik.. Tergantung
pada daerah, praktek-praktek agama lain mungkin mengikuti kelahiran. Di
bagian tengah negara itu, misalnya, bayi akan memiliki lazim kepalanya dicukur
ketika ia berusia satu bulan. Hal ini pada dasarnya ritus Brahminic, yang
disebut upacara khwan, dapat disertai dengan upacara Budha di mana rahib
membacakan ayat-ayat dari teks-teks suci.
Pentahbisan. Ritus kedua dalam rentang kehidupan manusia kebanyakan Thailand penahbisan ke dalam kap biksu. Secara tradisional, seorang pemuda yang tidak diterima secara sosial sampai ia telah menjadi seorang biarawan, dan banyak orangtua bersikeras bahwa setelah seorang anak mencapai usia dua puluh ia akan ditahbiskan sebelum menikah atau memulai karir resmi. Ada juga alasan lain untuk memasuki kap biksu, seperti untuk membuat manfaat untuk jiwa berangkat dari kerabat, atau untuk orang tuanya ketika mereka masih hidup, atau untuk membayar janji kepada Sang Buddha setelah meminta dia untuk memecahkan masalah pribadi atau keluarga .
Pentahbisan terjadi sepanjang bulan Juli, sebelum retret tiga-bulan selama musim hujan. Kepala orang itu adalah dicukur dan dia mengenakan jubah putih untuk hari sebelum ia resmi ditahbiskan, ada nyanyian dan perayaan dan, di daerah pedesaan, seluruh masyarakat dan dengan demikian bergabung dalam merit keuntungan. Pada hari upacara, biarawan calon diambil sekitar candi tiga kali dan kemudian ke ruang konvensi, di mana semua biksu menunggunya. Setelah sebelumnya telah terlatih, ia mengalami penyelidikan oleh seorang pendeta senior di depan gambar Buddha, dan jika ia memenuhi semua kondisi untuk menjadi seorang bhikkhu, jemaat menerima dirinya. Dia kemudian diinstruksikan pada kewajibannya, jubah don kunyit, dan mengaku sebagai biksu. Selama tiga bulan berikutnya musim hujan ia diharapkan untuk tinggal di wat itu, mencontohkan ideal Buddhis dalam kehidupan dan menjalani pelatihan ketat di tubuh dan mengendalikan pikiran, setelah itu ia dapat, jika ia memilih, kembali menjadi orang awam.
Pentahbisan. Ritus kedua dalam rentang kehidupan manusia kebanyakan Thailand penahbisan ke dalam kap biksu. Secara tradisional, seorang pemuda yang tidak diterima secara sosial sampai ia telah menjadi seorang biarawan, dan banyak orangtua bersikeras bahwa setelah seorang anak mencapai usia dua puluh ia akan ditahbiskan sebelum menikah atau memulai karir resmi. Ada juga alasan lain untuk memasuki kap biksu, seperti untuk membuat manfaat untuk jiwa berangkat dari kerabat, atau untuk orang tuanya ketika mereka masih hidup, atau untuk membayar janji kepada Sang Buddha setelah meminta dia untuk memecahkan masalah pribadi atau keluarga .
Pentahbisan terjadi sepanjang bulan Juli, sebelum retret tiga-bulan selama musim hujan. Kepala orang itu adalah dicukur dan dia mengenakan jubah putih untuk hari sebelum ia resmi ditahbiskan, ada nyanyian dan perayaan dan, di daerah pedesaan, seluruh masyarakat dan dengan demikian bergabung dalam merit keuntungan. Pada hari upacara, biarawan calon diambil sekitar candi tiga kali dan kemudian ke ruang konvensi, di mana semua biksu menunggunya. Setelah sebelumnya telah terlatih, ia mengalami penyelidikan oleh seorang pendeta senior di depan gambar Buddha, dan jika ia memenuhi semua kondisi untuk menjadi seorang bhikkhu, jemaat menerima dirinya. Dia kemudian diinstruksikan pada kewajibannya, jubah don kunyit, dan mengaku sebagai biksu. Selama tiga bulan berikutnya musim hujan ia diharapkan untuk tinggal di wat itu, mencontohkan ideal Buddhis dalam kehidupan dan menjalani pelatihan ketat di tubuh dan mengendalikan pikiran, setelah itu ia dapat, jika ia memilih, kembali menjadi orang awam.
Menurut "Upacara Ritual Buddhis dan Sri Lanka,"
dengan pengecualian penahbisan dengan kehidupan monastik dan ritus pemakaman,
hidup peristiwa siklus dianggap sebagai urusan sekuler untuk sebagian sejarah
Buddhisme. Tidak
seperti di agama besar dunia lainnya, tidak ada Buddha kuno penamaan
bayi-upacara ada. Dalam masa yang lebih baru, ritual Buddhis telah dicampur
dengan orang-orang dari agama-agama dunia dan budaya lain. Di banyak negara bahwa praktek Buddhisme
Theravada, pengaruh luar telah mengilhami pengembangan Buddha penamaan
bayi-ritual.
b. Makna perkawinan dan upacaranya
Perkawinan adalah
perjodohan laki-laki dan perempuan menjadi suami isteri. Di dalam Tipitaka
tidak banyak ditemukan uraian-uraian yang mengatur masalah perkawinan, akan
tetapi dari berbagai sutta dapat diperoleh hal-hal yang sangat penting bagi
suami dan isteri untuk membentuk perkawinan yang bahagia.
Persiapan upacara :
A. calon mempelai harus
menghubungi pandita agama Buddha dari majelis agama Buddha. Mengisi formulir
yang terlampir seperti : KTP,AKTA, pas foto dll.
Pelaksanaan upacaranya :
- tempat upacara: vihara atau
rumah salah satu mempelai.
- perlengkapan atau peralatan
upacara : Altar dimana terdapat Buddharupang. lilin lima warna (biru, kuning,
merah, putih, jingga), tempat dupa, dupa wangi 9 batang, gelas/mangkuk kecil
berisi air putih dengan bunga (untuk dipercikkan), dua vas bunga dan dua piring
buah-buahan untuk dipersembahkan oleh kedua mempelai, cincin kawin, kain kuning
berukuran 90 X 125 cm2, pita kuning sepanjang 100 cm, tempat duduk
(bantal) untuk pandita, kedua mempelai, dan bhikkhu (apabila hadir), Surat
ikrar perkawinan, Persembahan dana untuk bhikkhu (apabila hadir), dapat berupa
bunga, lilin, dupa dan lain-lain.
Pelaksanaan upacara:
pandita dan pembantu
pandita sudah siap di tempat upacara, kedua mempelai memasuki ruangan upacara
dan berdiri di depan altar, pandita menanyakan kepada kedua mempelai, apakah ada
ancaman atau paksaan yang mengharuskan mereka melakukan upacara perkawinan
menurut tatacara agama Buddha, apabila tidak ada maka acara dapat dilanjutkan,
penyalaan lilin lima warna oleh pandita dan orang tua dari kedua mempelai, persembahan
bunga dan buah oleh kedua mempelai, pandita mempersembahkan tiga batang dupa
dan memimpin namaskara, pernyataan ikrar perkawinan, pemasangan cincin kawin, pengikatan
pita kuning dan pemakaian kain kuning, pemercikan air pemberkahan oleh orang
tua dari kedua mempelai dan pandita, pembukaan pita kuning dan kain kuning,
wejangan oleh pandita, penandatanganan Surat lkrar Perkawinan, namaskara
penutup dipimpin oleh pandita.
c. Makna kematian dan upacaranya
Definisi kematian
menurut agama Budha tidak hanya sekedar ditentukan oleh unsur-unsur jasmaniah,
entah itu paru-paru, jantung ataupun otak. Ketakberfungsian ketiga organ itu
hanya merupakan gejala ‘akibat’ atau ‘pertanda’ yang tampak dari kematian,
bukan kematian itu sendiri.
Upacara Kematian
Pemimpin kebhaktian
memberi tanda kebhaktian dimulai, dengan membunyikan gong atau lonceng lalu
pemimpin kebaktian menyalakan lilin, dupa, dan meletakkan dupa tersebut
ditempatnya. Sementara hadirin berdiri di sisi depan jenazah dan bersikap
anjali. Setelah dupa diletakkan ditempatnya, hadirin menghormat dengan
menundukkan kepala Kemudian pemimpin Kebhaktian membacakan:NamakaraGatha, Pubbabhaganamakara,
Pamsukula Gatha, Maha Jaya Mangala Gatha
Pelaksanaan
pemandian mayat :Jenazah setelah disembahyangkan kemudian diusung ke tempat
pemandian yang telahdisiapkan.Jenazah dimandikan dengan air bersih terlebih dahulu,
kemudian air bunga, lalu dibilas dengan air yang sudah dicampur dengan minyak
wangi.Jenazah dikramasi rambutnya dengan sampo, kemudian disabun seluruh
badannya dan giginya disikat dan kukunya dibersihkan, setelah itu dibilas lagi
dengan air bersih. Sehabis itu jenazah dilap dengan handuk.
Pemakaina Pakaian: Jenazah laki-laki, pakian jenazah laki-laki, baju lengan panjang, celana panjang, dan yang paling disenangi oleh almarhum sewaktu masih hidup, rambut disisir rapi, bila perlu diberi minyak rambut, lalu kedua tangannya dikenakan sarung tangan, dan juga kedua kakinya diberi kaos kaki berwarna putih. Jenazah Perempuan., pakaian jenazah perempuan adalah pakaian nasional, misalnya kebaya dan memakai kain (pakaian adat daerah) dan khuusnya pakaian yang disenangi olehnya sewaktu dia hidup. Mukanya diberi bedak, rambutnya disisir rapi, bila rambutnya panjang bisa disanggul. Lalu kedua tangannya diberi sarung tangan, dan kedua kakinya diberi kaos kaki berwarna putih. Jenazah Khusus Pandita. Pakaian khusus Pandita adalah memakai jubah berwarna kuning dan tangannya diberi sarung tangan, dan kedua kakinya diberi kaos kaki berwarna putih
Sikap tangan : Sikap tangan diletakkan di depan dada, tangan kanan di atas tangan kiri, dan sambil memegang tiga tangkai bunga, satu pasang lilin berwarna merah, tiga batang dupa wangi, yang sudah diikat dengan benang merah. Sikap kedua kakinya biasa, dengan telapak kaki tetap ke depan.
Pemakaina Pakaian: Jenazah laki-laki, pakian jenazah laki-laki, baju lengan panjang, celana panjang, dan yang paling disenangi oleh almarhum sewaktu masih hidup, rambut disisir rapi, bila perlu diberi minyak rambut, lalu kedua tangannya dikenakan sarung tangan, dan juga kedua kakinya diberi kaos kaki berwarna putih. Jenazah Perempuan., pakaian jenazah perempuan adalah pakaian nasional, misalnya kebaya dan memakai kain (pakaian adat daerah) dan khuusnya pakaian yang disenangi olehnya sewaktu dia hidup. Mukanya diberi bedak, rambutnya disisir rapi, bila rambutnya panjang bisa disanggul. Lalu kedua tangannya diberi sarung tangan, dan kedua kakinya diberi kaos kaki berwarna putih. Jenazah Khusus Pandita. Pakaian khusus Pandita adalah memakai jubah berwarna kuning dan tangannya diberi sarung tangan, dan kedua kakinya diberi kaos kaki berwarna putih
Sikap tangan : Sikap tangan diletakkan di depan dada, tangan kanan di atas tangan kiri, dan sambil memegang tiga tangkai bunga, satu pasang lilin berwarna merah, tiga batang dupa wangi, yang sudah diikat dengan benang merah. Sikap kedua kakinya biasa, dengan telapak kaki tetap ke depan.
Memasukkan jenazah
kedalam peti : Peti jenazah yang sudah disiapkan, kemudian keempat sisi bagian
dalam dilapisi kain putih, juga bagian bawah dan tutup peti tersebut. Kemudian
dikeempat sisi tersebut dipasang atau di hiasi dengan rangkaian-rangkaian
bunga, setelah itu jenazah dimasukkan ke dalam peti dan kepala bagian bawah
diganjal dengan bantal kecil, begitu pula samping kanan dan samping kiri.
Setelah itu dengan peti masih dalam keadaan terbuka dibacakan paritta-paritta.
Adapun posisi persembahyangan adalah sebagai berikut: Sebelum acara pembacaan
paritta-paritta suci, pemimpin kebhaktian memberi tanda bahwa kebaktian akan
segera dimulai, dengan membunyikan gong atau lonceng. Pemimpin kebaktian
menyalakan lilin, dupa, dan meletakkan dupa tersebut ditempatnya, dan hadirin
berdiri menghadap ke peti jenazah dengan sikap anjali, dan setelah dupa
diletakkan kemudian para hadirin menghormat dengan menundukkan kepala.
13. Hari-hari suci dan tempat-tempat suci agama Hindu
a. Hari-hari suci (Nyepi, Ciwaratri, Saraswati, Galungan, Kuningan, Prurnama, Tilem)
- Hari Raya Nyepi
Hari raya nyepi adalah pemujaan kepada sang Hyang Widdhi
dalam rangka menyambut Tahun Baru Caka. Jatuhnya pada Pananggal pisan (satu),
Cacih ke x (Daca). Hari Raya Nyepi mempunyai makna sebagai : Bhuta Yadnya,
pembersihan Buana Agung dan Buana Alit (alam semesta termasuk umat manusia) dan
merupakan pergantian tahun baru Caka. Pelaksanaannya: 1. Bhuta Yadnya (tahun
kasanga), 2. melaksanakan tapa brata, yoga Samadhi meliputi mati geni)= tidak
menyalakan api), mati karya (tidak bekerja berat), mati lalungayan (tidak
bepergian) mati lalanguan (tidak menabuh bunyi-bunyian),3. Dharma Cnti
(silaturahmi). Upakaranya: 1. Daksina, Canang Sari, Canang Raka 2. Caru Nasi
Panca Warna.Mantramnya : Astra Mantra, Om Dhurga bucari, Kala Bhuta bucari ya
namah swaha.
- Hari Raya
Ciwaratri
Hari Raya
Ciwaratri adalah hari raya malam renungan suci/malam , malam Ciwa, malam
peleburan (penebusan) dosa, pemujaan terhadap Ciwa Jatuh pada prawani ning
tilem cacih VII (Kapitu). Pelaksanaannya : 1. Persembahyangan Ciwa Puja dengan
Upakaranya. 2. Membaca ayat-ayat suci Weda semalam suntuk. 3. Melaksanakan
Monabrata, Upawasa (puasa), Jagra (melek). Upakaranya: 1. Daksina, Canang Sari,
Canang Raka. 2. Banten “Ciwa-Lingga” dalam bentuk “ Air Suci berisi kembang
teratai dan beras kuning. Mantamnya: Astra Mantra, Ciwa Astawa, Om Ciwa Lingga
byo namah swaha.
- Hari Raya
Saraswati
Hari Raya
Saraswati adalah hari raya untuk memuja Sang Hyang Widdhi (saraswati) sebagai
Cakti Brahma yang telah menurunkan ilmu pengetahuan suci weda. Jatuhnya pada
hari Caniscara (sabtu) Umanis Watugunung. Pelaksanaannya Saraswati dengan
perlengkapan upakara (Dupa, Air, kembang, harum-haruman, banten/ sesayut
Saraswati). Mengadakan malam castra (pembacaan kitab suci) dan renungan suci
(samadhi). Mantramnya: Astra Mantra, Saraswati Sthawa: Om Saraswati namostu
bhyam,..dst
- Hari Raya Galungan
Hari Raya Galungan adalah hari raya untuk memperingati kemenangan
Dharma melawan Adharma. Jatuhnya pada Buda (rabu) Kliwon-Dungulan. Hari raya
galung juga merupakan pernyataan terimakasih lahir bathin kepada sang Hyang
Widdhi Waca yang telah memberikan kesejahteraan serta kebahagiaan ucapan terima
kasih itu dinyatakan dengan pemasangan penjor (bamboo yang dihias).
Pelaksanaanya : persembayangan Galungan, melaksanakan Samadana dan ksamadana
(meningkatkan kesadaran berdana punia dan maaf memaafkan). Upakaranya :
Daksina, Canangsari, Canang Raka, Tumpeng, tetebus sasarik.
- Hari Raya
Kuningan
Hari Raya
Kuningan adalah hari raya pemujaan serta
penghormatan kepada Tuhan, Para Dewa dan Pitra (leluhur), dan pahlawan Dharma.
Jatuhnya pada hari Caniscara (sabtu) Kliwon Kuningan. Pelaksanaannya: 1.
Persembahyangan Kuningan dengan upakaranya, 2. Ziarah Kepemakaman. 3. Dharma
Yatra ke temmpat-tempat suci.
- Hari Raya Tilem
Upacara Tilem bermakna sebagai upacara pemujaan terhadap Dewa Surya, pada saat upacara tilem ini dilaksanakan sembahyang dan pemujaan memohon berkah dan karunia dari Hyang Widhi. Upacara Tilem dilakukan setiap malam pada waktu bulan mati (Krsna Paksa), 30 hari sekali.
Saat Tilem ini, diharapkan semua umat Hindu melakukan pemujaan dan bersembahyangan dengan rangkaian berupa upacara yadnya. Umat Hindu meyakini pada saat hari Tilem ini mempunyai keutamaan dalam menyucikan diri dan berfungsi sebagai pelebur segala kotoran/mala yang terdapat dalam diri manusia, juga karena bertepatan dengan Sanghyang Suryabeyoga/semedhi memohonkan keselamatan kepada Hyang Widhi.
- Upacara Purnama
Upacara Purnama ini sendiri yakni memohon berkah dan karunia dari Sanghyang Widhi Wasa yang telah menerangi dunia beserta isinya. Disesuaikan dengan namanya, pelaksanaannya dilakukan ketika terjadi bulan purnma yakni setiap jatuh malam bulan penuh, dan hari suci ini dilakukan setiap 15 hari sekali.
b. Pengertian dan fungsi tempat suci
- Tempat suci Hindu adalah
suatu tempat maupun bangunan yang dikeramatkan oleh umat Hindu atau tepat
persembahyangan bagi umat Hindu untuk memuja Brahman beserta
aspek-aspeknya
- Tempat-tempat suci
yang di dalam agama Hindu disebut Pura Kahyangan,
Candi atau Mandir
itu ada dua macam
yaitu:
a. Pura tempat untuk memuja dan mengagungkan kebesaran Tuhan, Hyang Widhi Wasa dengan berbagai manifestasinya di sebut Pura Kahyangan.
b. Pura atau tempat suci untuk memuja roh leluhur yang sudah dipandang suci atau roh para Rsi yang dianggap telah menjadi dewa-dewa atau Bhatara Bhatari ini disebut Pura Dadya, Pura Kawitan atau Pura Pedharman.
a. Pura tempat untuk memuja dan mengagungkan kebesaran Tuhan, Hyang Widhi Wasa dengan berbagai manifestasinya di sebut Pura Kahyangan.
b. Pura atau tempat suci untuk memuja roh leluhur yang sudah dipandang suci atau roh para Rsi yang dianggap telah menjadi dewa-dewa atau Bhatara Bhatari ini disebut Pura Dadya, Pura Kawitan atau Pura Pedharman.
- Tujuan dan fungsi
dari Pura sebagai tempat suci yang dibangun secara khusus menurut peraturan-peraturan
yang telah ditentukan secara khusus pula ialah untuk menghubungkan diri dengan
Sang Hyang Widhi serta prabhawanya untuk mendapatkan waranugraha.
c. Jenis-jenis tempat suci
1. Pura : Istilah pura berasal dari kata Pur yang
artinya Kola, bening. Pura berarti suatu tempat yang khusus dipakai untuk dunia
kesucian. Sebelum Pura diperkenalkan sebagai tempat suci atau tempat pemujaan,
dipergunakan Hyang atau Kahyangan untuk tempat pemujaan umat Hindu.
2. Candi : berasal
dari kata Candika Grha artinya Rumah Durga. Dan pengertian ini akhirnya candi
dijadikan tempat pemujaan untuk Dewi Durga. Di India candi merupakan sarana
pemujaan, dan merupakan simbol gunung Mahameru sebagai tempat para Dewa. Maka
itu, candi merupakan tempat pemujaan kepada dewa. Nama lain candi adalah
Prasada, Sudarma, Mandira.
3. Kuil atau Mandir
Kuil (Mandir) adalah
tempat suci umat Hindu dari keturunan India Tamil. Fungsi Kuil adalah tempat
suci untuk memuja manifestasi Tuhan (Dewa) yang dikagumi.
4. Balai Antang
Balai Antang adalah
tempat suci umat Hindu dari Kaharingan. Balai Antang ini dibuat dari kayu yang
dirangkai sehingga bentuknya mirip dengan pelangkiran di Bali. Fungsi Balai
Antang adalah sebagai tempat menstanakan roh leluhur yang sudah di sucikan yang
bersifat sementara.
5. Balai Kaharingan
Balai Kaharingan
adalah tempat suci umat Hindu dari Kaharingan. Bentuk hampir mirip bangunan
rumah, dan di ruangan diletakkan sebuah tiang yang besar sebagai penyangga.
Atapnya bersusun tiga, semakin keatas semakin kecil. Fungsi Balai Kaharingan
adalah untuk menstanakan Hyang Widhi dengan berbagai manifestasinya. Balai
Kaharingan dibangun ditengah-tengah wilayah masyarakat atau pada tempat yang
mudah dijangkau oleh umat Hindu Kaharingan untuk melaksanakan persembahyangan.
6. Sandung adalah tempat suci umat Hindu Kaharingan.
Sandung terbuat darI kayu dirangkai berbentuk pelinggih rong satu, bentuk
atapnya segi tiga sama kaki dan memakai satu tiang sebagai penyangga. Sandung
diletakkan diluar rumah atau dipekarangan. Fungsi Sandung adalah sebagai Stana
roh leluhur yang telah disucikan.
7. Inan Kapemalaran Pak Buaran Adalah tempat
suci umat Hindu Tanah Toraja, dengan ciri-cirinya terdapat Lingga/batu besar,
Pohon Cendana dan Pohon Andong. Pak Buaran merupakan tempat sembahyang yang
digunakan dalam lingkungan satu Desa (di Bali sama dengan Pura Desa).
8. Inan Kapemalaran Pedatuan adalah tempat
suci umat Hindu Tanah Toraja. dengan ciri-cirinya, terdapat lingga / batu
besar. pohon cendana dan pohon andong. Pedatun ini merupakan tempat
sembahyangyang digunakan dalam beberapa lingkungan keluarga (di Bali = Banjar).
Pedatuan ini biasanya terleiak dilereng Gunung.
9. Inan Kapemalaran
Pak Pesungan adalah tempat sembahyang bagi umat Hindu di Tanah Toraja, yang
digunakan dalam lingkungan rumah tangga (di Bali = merajan).
10. Sanggar adalah salah satu bentuk tempat
persembahyangan umat Hindu di Jawa. Sanggar ini merupakan tempat suci yang
ukuran ruangnya kecil yang berisikan satu buah Padmasana untuk tempat
persembahyangan yang bersifat umum.
11. Pajuh-pajuhan adalah tempat persembahyangan
umat Hindu Batak Karo. Pajuh-pajuhan terbuat dari kayu yang dirangkai berbentuk
segi empat. Pajuh-pajuhan biasanya dibangun dekat mata air dan sifatnya umum
yaitu tempat sembahyang secara umum. Fungsinya adalah stana roh leluhur yang
telah disucikan.
12. Cubal – cubalan adalah tempat sembahyang umat
Hindu Batak Karo Cubal-Cubalan bentuknya sejenis pelangkiran yang diletakkan
didalam rumah yang Tujuannya untuk melakukan persembahyangan dan yadnya yang ditujukan
pada roh leluhur dan Hyang Widhi.
d. Bentuk-bentuk tempat suci
- Prasada : Bentuknya serupa
tugu, terdiri dari tiga bagian yaitu Dasar. Badan dan Atap.
- Meru : Pada umumnya atapnya adalah dari ijuk, bagian dasar pada umumnya
terbuat dari batu alam dan badan Meru terbuat dari bahan kayu.
- Gedong : bentuk Gedong
pada umumnya bujur sangkar atau segi empat. Bangunan ini terdiri dari
tiga bagian yaitu : dasar, badan, dan puncak atau atap.
Rong tiga : bentuk bangunan
Rong Tiga pada umumnya sama dengan bangunan gedong yakni empat persegi panjang.
Bangunan ini terdiri dari tiga bagian yaitu bagian dasar dibuat dari batu
padas, disusun sesuai dengan bentuk bangunan.
-Tugu :
bentuknya seperti prasada tapi ukurannya agak kecil. Fungsi Tugu adalah untuk tempat
bersemayamnya para Bhuta agar tidak mengganggu aktifitas manusia pada saat
malaksanakan upacara suci.
- Padmasana : bentuk Padmasana
digambarkan dengan bentuk bunga teratai sebagai simbol stana Hyang Widhi.
e. Data dan alamat pura yang ada di Jakarta Selatan
- Pura Amerta Jati
Jl. Punak, Pangkalan
Jati, Cinere, Jakarta – Selatan. Telepon : 021-7545727
Pujawali : Purnama
Sasih Kasa
- Pura Mertha SariJl. Kenikir No. 20 Desa
Rengas, Rempoa, Ciputat Timur, Tangerang Selatan.Telepon : 021-7421161 Pujawali
Purnama Sasih Sada Pemangku Gede
: Jero Mangku I Wayan Ardana
f. Candi-candi Hindu
di Indonesia
- Candi
Prambanan atau Candi Rara Jonggrang adalah kompleks candi Hindu terbesar di
Indonesia yang dibangun pada abad ke-9 masehi. Candi ini dipersembahkan untuk
Trimurti, tiga dewa utama Hindu yaitu Brahma sebagai dewa pencipta, Wishnu
sebagai dewa pemelihara, dan Siwa sebagai dewa pemusnah. Berdasarkan prasasti
Siwagrha nama asli kompleks candi ini adalah Siwagrha (bahasa Sanskerta yang
bermakna 'Rumah Siwa'), dan memang di garbagriha (ruang utama) candi ini
bersemayam arca Siwa Mahadewa setinggi tiga meter yang menujukkan bahwa di
candi ini dewa Siwa lebih diutamakan.
Candi ini terletak di desa Prambanan, pulau Jawa, kurang lebih 20 kilometer timur Yogyakarta, 40 kilometer barat Surakarta dan 120 kilometer selatan Semarang, persis di perbatasan antara provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Candi Rara Jonggrang terletak di desa Prambanan yang wilayahnya dibagi antara kabupaten Sleman dan Klaten.
Candi ini adalah termasuk Situs Warisan Dunia UNESCO, candi Hindu terbesar di Indonesia, sekaligus salah satu candi terindah di Asia Tenggara. Arsitektur bangunan ini berbentuk tinggi dan ramping sesuai dengan arsitektur Hindu pada umumnya dengan candi Siwa sebagai candi utama memiliki ketinggian mencapai 47 meter menjulang di tengah kompleks gugusan candi-candi yang lebih kecil. Sebagai salah satu candi termegah di Asia Tenggara, candi Prambanan menjadi daya tarik kunjungan wisatawan dari seluruh dunia.
Menurut prasasti Siwagrha, candi ini mulai dibangun pada sekitar tahun 850 masehi oleh Rakai Pikatan, dan terus dikembangkan dan diperluas oleh Balitung Maha Sambu, di masa kerajaan Medang Mataram.
Candi ini terletak di desa Prambanan, pulau Jawa, kurang lebih 20 kilometer timur Yogyakarta, 40 kilometer barat Surakarta dan 120 kilometer selatan Semarang, persis di perbatasan antara provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Candi Rara Jonggrang terletak di desa Prambanan yang wilayahnya dibagi antara kabupaten Sleman dan Klaten.
Candi ini adalah termasuk Situs Warisan Dunia UNESCO, candi Hindu terbesar di Indonesia, sekaligus salah satu candi terindah di Asia Tenggara. Arsitektur bangunan ini berbentuk tinggi dan ramping sesuai dengan arsitektur Hindu pada umumnya dengan candi Siwa sebagai candi utama memiliki ketinggian mencapai 47 meter menjulang di tengah kompleks gugusan candi-candi yang lebih kecil. Sebagai salah satu candi termegah di Asia Tenggara, candi Prambanan menjadi daya tarik kunjungan wisatawan dari seluruh dunia.
Menurut prasasti Siwagrha, candi ini mulai dibangun pada sekitar tahun 850 masehi oleh Rakai Pikatan, dan terus dikembangkan dan diperluas oleh Balitung Maha Sambu, di masa kerajaan Medang Mataram.
Candi
Prambanan atau Candi Rara Jonggrang adalah kompleks candi Hindu terbesar di
Indonesia yang dibangun pada abad ke-9 masehi. Candi ini dipersembahkan untuk
Trimurti, tiga dewa utama Hindu yaitu Brahma sebagai dewa pencipta, Wishnu
sebagai dewa pemelihara, dan Siwa sebagai dewa pemusnah. Berdasarkan prasasti
Siwagrha nama asli kompleks candi ini adalah Siwagrha (bahasa Sanskerta yang
bermakna 'Rumah Siwa'), dan memang di garbagriha (ruang utama) candi ini
bersemayam arca Siwa Mahadewa setinggi tiga meter yang menujukkan bahwa di
candi ini dewa Siwa lebih diutamakan.
Candi ini terletak di desa Prambanan, pulau Jawa, kurang lebih 20 kilometer timur Yogyakarta, 40 kilometer barat Surakarta dan 120 kilometer selatan Semarang, persis di perbatasan antara provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Candi Rara Jonggrang terletak di desa Prambanan yang wilayahnya dibagi antara kabupaten Sleman dan Klaten.
Candi ini adalah termasuk Situs Warisan Dunia UNESCO, candi Hindu terbesar di Indonesia, sekaligus salah satu candi terindah di Asia Tenggara. Arsitektur bangunan ini berbentuk tinggi dan ramping sesuai dengan arsitektur Hindu pada umumnya dengan candi Siwa sebagai candi utama memiliki ketinggian mencapai 47 meter menjulang di tengah kompleks gugusan candi-candi yang lebih kecil. Sebagai salah satu candi termegah di Asia Tenggara, candi Prambanan menjadi daya tarik kunjungan wisatawan dari seluruh dunia.
Menurut prasasti Siwagrha, candi ini mulai dibangun pada sekitar tahun 850 masehi oleh Rakai Pikatan, dan terus dikembangkan dan diperluas oleh Balitung Maha Sambu, di masa kerajaan Medang Mataram.
Candi ini terletak di desa Prambanan, pulau Jawa, kurang lebih 20 kilometer timur Yogyakarta, 40 kilometer barat Surakarta dan 120 kilometer selatan Semarang, persis di perbatasan antara provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Candi Rara Jonggrang terletak di desa Prambanan yang wilayahnya dibagi antara kabupaten Sleman dan Klaten.
Candi ini adalah termasuk Situs Warisan Dunia UNESCO, candi Hindu terbesar di Indonesia, sekaligus salah satu candi terindah di Asia Tenggara. Arsitektur bangunan ini berbentuk tinggi dan ramping sesuai dengan arsitektur Hindu pada umumnya dengan candi Siwa sebagai candi utama memiliki ketinggian mencapai 47 meter menjulang di tengah kompleks gugusan candi-candi yang lebih kecil. Sebagai salah satu candi termegah di Asia Tenggara, candi Prambanan menjadi daya tarik kunjungan wisatawan dari seluruh dunia.
Menurut prasasti Siwagrha, candi ini mulai dibangun pada sekitar tahun 850 masehi oleh Rakai Pikatan, dan terus dikembangkan dan diperluas oleh Balitung Maha Sambu, di masa kerajaan Medang Mataram.
- Candi Gedong Songo adalah nama sebuah komplek
bangunan candi peninggalan budaya Hindu yang terletak di desa Candi,
Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Indonesia tepatnya di
lereng Gunung Ungaran. Di kompleks candi ini terdapat sembilan buah candi.
Candi ini diketemukan oleh Raffles pada tahun 1804 dan merupakan peninggalan budaya Hindu dari zaman Wangsa Syailendra abad ke-9 (tahun 927 masehi).
Candi ini memiliki persamaan dengan kompleks Candi Dieng di Wonosobo. Candi ini terletak pada ketinggian sekitar 1.200 m di atas permukaan laut sehingga suhu udara disini cukup dingin (berkisar antara 19-27 °C). Lokasi 9 candi yang tersebar di lereng Gunung Ungaran ini memiliki pemandangan alam yang indah. Selain itu, obyek wisata ini juga dilengkapi dengan pemandian air panas dari mata air yang mengandung belerang, area perkemahan, dan wisata berkuda.
Candi ini diketemukan oleh Raffles pada tahun 1804 dan merupakan peninggalan budaya Hindu dari zaman Wangsa Syailendra abad ke-9 (tahun 927 masehi).
Candi ini memiliki persamaan dengan kompleks Candi Dieng di Wonosobo. Candi ini terletak pada ketinggian sekitar 1.200 m di atas permukaan laut sehingga suhu udara disini cukup dingin (berkisar antara 19-27 °C). Lokasi 9 candi yang tersebar di lereng Gunung Ungaran ini memiliki pemandangan alam yang indah. Selain itu, obyek wisata ini juga dilengkapi dengan pemandian air panas dari mata air yang mengandung belerang, area perkemahan, dan wisata berkuda.
- Candi Cangkuang adalah sebuah candi Hindu yang
terdapat di Kampung Pulo, wilayah Cangkuang, Kecamatan Leles, Garut, Jawa
Barat. Candi inilah juga yang pertama kali ditemukan di Tatar Sunda serta
merupakan satu-satunya candi Hindu di Tatar Sunda. Candi ini terletak
bersebelahan dengan makam Embah Dalem Arief Muhammad, sebuah makam kuno pemuka
agama Islam yang dipercaya sebagai leluhur penduduk Desa Cangkuang.
14. Hari-Hari
Suci dan tempat-tempat Suci Agama Budha
a. Hari-hari
suci (Waisak, Asadha, Kathina)
- Waisak
Hari Waisak
memperingati tiga peristiwa penting dalam kehidupan Buddha Gaotama. Hari waisak
menandai pula pergantian tahun, karena Tarikh Buddhis dimulai sejak Buddha
Gotama parinirwana.
Perayaan Hari Waisak di Indonesia
mengikuti keputusan WFB. Secara tradisional dipusatkan secara nasional di
komplek Candi
Borobudur, Magelang,
Jawa
Tengah.Rangkaian perayaan Waisak nasional secara pokok adalah sebagai berikut:[2]
- Pengambilan air berkat dari mata air (umbul) Jumprit di Kabupaten Temanggung dan penyalaan obor menggunakan sumber api abadi Mrapen, Kabupaten Grobogan.
- Ritual "Pindapatta", suatu ritual pemberian dana makanan kepada para bhikkhu/bhiksu oleh masyarakat (umat) untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk melakukan kebajikan.
- Samadhi pada detik-detik puncak bulan purnama. Penentuan bulan purnama ini adalah berdasarkan perhitungan falak, sehingga puncak purnama dapat terjadi pada siang hari.
- Asadha
Dua bulan
setelah purnama Waisak umat Buddha merayakan hari Asadha. Asadha adalah hari
Dharma, karena memperingati pembabaran Dharma yang pertama kali. Di Taman Rusa
Istipatana, Sarnath dekat Benares, Buddha menyampaikan khotbah pertama yang
dinamakan Dhammacakkappavattana-sutta (pemutaran roda dharma) kepada lima orang
petapa. Mereka adalah Kondanna, Vappa, Bhaddiya, Mahanama dan Assaji,
teman–teman nya bertapa yang menempuh cara menyiksa diri. Cara ekstremtersebut
sudah ditinggalkan oleh Buddha. Kelima petapa itu memahami Dhama, ditahbiskan
menjadi biku, dan selanjutnya berhasil menjadi Arahat. Sejak itu terbentuklah
Ariya-Sangha.
- Kathina
Setelah Hsri
purnama Asadha, para biku memasuki masa vassa atau masa penghujan di India
Utara. Selama tiga bulan mereka tidak melakukan perjalanan, mulanya agar tidak
menginjak tunas-tunas tanaman dan mengganggu berbagai bentuk kehidupan lain.
Hari berikutnya
hingga purnama di bulan Kartika dapat dipilih salah satu hari dari waktu ke
waktu satu bulan itu untuk menyelenggarakan upacara Kathina. Maka Kathina tidak
hanya sehari, tetapi upacara Kathina yang diselenggarakan di wihara tempat para
biku menjalani Vassa hanya boleh dilaksanakan sekali saja.
Kathina sebenarnya
bukan suatu upacara peringatan. Upacara ini tidak bias diselenggarakan jika
tidak ada sejumlah biku yang melaksanakan kewajiban Vassa dan tidak ada umat
yang berdana.
- Mogha Puja
Mogha Puja
memperingati berkumpulnya 1250 biku Arahat yang di tahbiskan sendiri oleh
Buddha. Para Arahat tersebut memiliki 6 kekuatan ghaib. Mereka hadir tanpa
diundang dan tanpa kesepakatan terlebih dahulu. Pertemuan itu berlangsung di Taman
Tupai di hitan bamboo Veluvana-arama, Rajagaha.
Pada kesempatan
tersebut Buddha membabarkan Ovada-Patimokkha, esensi ajaran Buddha dan
aturan-aturan pokok bagi para biku. Magha-Puja dirayakan dua minggu setelah
Tahun Baru Imlek, bersamaan waktu dengan Capgome, tetapi Magha Puja bukanlah
Capgome (hari penutupan perayaan Tahun Baru Imlek)
- Siripada Puja
Siripada Puja adalah
upacara penghormatan kepada tapak kaki suci Sang Buddha karena telah
mengajarkan tiga kebenaran yakni mengembangkan cinta kasih, tidak berbuat
kejahatan dan menyucikan pikiran. Satu per satu umat mendekat lalu berlutut di
hadapan para bhikku. Beragam persembahan pun diberikan. Mulai dari jubah, obat,
perlengkapan kebersihan, hingga kebutuhan sehari-hari, misalnya sabun dan pasta
gigi.
b. Pengertian
dan fungsi Vihara
Wihara adalah rumah ibadah agama
Buddha dan mempunyai fungsi sebagai tempat ibadahnya umat Buddha.
c. Candi-candi
Budha di indonesia
-
Borobudur
adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa
Tengah, Indonesia. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat
daya Semarang, 86 km di sebelah barat Surakarta, dan 40 km di sebelah barat
laut Yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama
Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa
Syailendra. Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang
diatasnya terdapat tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan
2.672 panel relief dan aslinya terdapat 504 arca Buddha. Stupa utama terbesar
teletak di tengah sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga
barisan melingkar 72 stupa berlubang yang didalamnya terdapat arca buddha
tengah duduk bersila dalam posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap tangan)
Dharmachakra mudra (memutar roda dharma).Monumen ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah untuk menuntun umat manusia beralih dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran Buddha. Para peziarah masuk melalui sisi timur memulai ritual di dasar candi dengan berjalan melingkari bangunan suci ini searah jarum jam, sambil terus naik ke undakan berikutnya melalui tiga tingkatan ranah dalam kosmologi Buddha. Ketiga tingkatan itu adalah Kāmadhātu (ranah hawa nafsu), Rupadhatu (ranah berwujud), dan Arupadhatu (ranah tak berwujud). Dalam perjalanannya ini peziarah berjalan melalui serangkaian lorong dan tangga dengan menyaksikan tak kurang dari 1.460 panel relief indah yang terukir pada dinding dan pagar langkan.
Menurut bukti-bukti sejarah, Borobudur ditinggalkan pada abad ke-14 seiring melemahnya pengaruh kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa serta mulai masuknya pengaruh Islam. Dunia mulai menyadari keberadaan bangunan ini sejak ditemukan 1814 oleh Sir Thomas Stamford Raffles, yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal Inggris atas Jawa. Sejak saat itu Borobudur telah mengalami serangkaian upaya penyelamatan dan pemugaran. Proyek pemugaran terbesar digelar pada kurun 1975 hingga 1982 atas upaya Pemerintah Republik Indonesia dan UNESCO, kemudian situs bersejarah ini masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia.
Borobudur kini masih digunakan sebagai tempat ziarah keagamaan; tiap tahun umat Buddha yang datang dari seluruh Indonesia dan mancanegara berkumpul di Borobudur untuk memperingati Trisuci Waisak. Dalam dunia pariwisata, Borobudur adalah obyek wisata tunggal di Indonesia yang paling banyak dikunjungi wisatawan.
- Candi Sewu adalah candi Buddha yang dibangun pada abad ke-8 yang berjarak hanya delapan ratus meter di sebelah utara Candi Prambanan. Candi Sewu merupakan kompleks candi Buddha terbesar kedua setelah Candi Borobudur di Jawa Tengah. Candi Sewu berusia lebih tua daripada Candi Prambanan. Meskipun aslinya terdapat 249 candi, oleh masyarakat setempat candi ini dinamakan "Sewu" yang berarti seribu dalam bahasa Jawa. Penamaan ini berdasarkan kisah legenda Loro Jonggrang.
Secara administratif, kompleks Candi Sewu terletak di Dukuh Bener, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah.
- Candi
Mendut adalah sebuah candi bercorak Buddha. Candi yang terletak di Jalan Mayor
Kusen Kota Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah ini, letaknya berada
sekitar 3 kilometer dari candi Borobudur
Candi Mendut didirikan semasa pemerintahan Raja Indra dari dinasti Syailendra. Di dalam prasasti Karangtengah yang bertarikh 824 Masehi, disebutkan bahwa raja Indra telah membangun bangunan suci bernama wenuwana yang artinya adalah hutan bambu. Oleh seorang ahli arkeologi Belanda bernama J.G. de Casparis, kata ini dihubungkan dengan Candi Mendut.
Candi Mendut didirikan semasa pemerintahan Raja Indra dari dinasti Syailendra. Di dalam prasasti Karangtengah yang bertarikh 824 Masehi, disebutkan bahwa raja Indra telah membangun bangunan suci bernama wenuwana yang artinya adalah hutan bambu. Oleh seorang ahli arkeologi Belanda bernama J.G. de Casparis, kata ini dihubungkan dengan Candi Mendut.
Referensi
[1] http//perkembanganhindu-budhadiindonesia@2008.htm
[2] http// Bukti interaksi kebudayaan Hindu-Budha di
Indonesia- Materi Sejarah SMA.htm
[3] http// Bukti
interaksi kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia- Materi Sejarah SMA.htm
[4] http// Agama Hindu
Dharma-Wikipedia-bahasa-Indonesia, ensiklopedia_bebas.htm
[5] http//
/Buddha-Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.htm
[6] http//Trimurti.htm
[7] Panitia Tujuh
Belas, “Pedoman Sederhana Pelaksanaan Agama Hindu dalam Masa Pembangunan”,
Jakarta: Yayasan Metra Sari, 1986. Hal: 173
[8] http//konsep
ketuhanan dalam Budha. htm
[9] http//konsep adi
budha.htm
[10] http//bhakti
puja.htm
[11] http// penciptaanmanusiadalamajaranhindu.htm
[12] http//alamsemestadalam ajaranhindu. Htm
[13] Ali, Abdul Mukti, Pengantar Agama-Agama Dunia,
Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1998. Hal: 124
[14] Ali, Abdul Mukti, Pengantar Agama-Agama Dunia, Yogyakarta:
IAIN Sunan Kalijaga Press, 1998. Hal: 125
[15] Ali, Abdul Mukti, Pengantar Agama-Agama
Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1998. Hal : 121
[16] Panitia Tujuh Belas, “Pedoman Sederhana Pelaksanaan
Agama Hindu dalam Masa Pembangunan”, Jakarta: Yayasan Metra Sari, 1986. Hal:
117.
[17] Ibid.,
hal: 128
[18] Ibid., hal: 1129
[19] http//siladalambudha.htm
[20] http//siladalambudha.htm
[21] Panitia Tujuh Belas, “Pedoman Sederhana Pelaksanaan
Agama Hindu dalam Masa Pembangunan”, Jakarta: Yayasan Metra Sari, 1986. Hal:
118-119
[22] http//www.caturmara.htm
Mukti, Krishnanda Wijaya “Wacana Buddha Dharma”. Jakarta:
Yayasan Dharma Pembagunan dan Ekayana Buddhist Centre. 2003.
kata orang Buddha mungkin akan tepat jika dikatakan umat Buddha :)
BalasHapus